Bab 1 - Feromon dan Bahasa Tubuh Semut
Feromon adalah zat kimia khusus yang dikeluarkan tubuh semut untuk menyampaikan informasi kepada sesamanya. Zat ini tak terlihat oleh mata, tak terdengar oleh telinga, tetapi terdeteksi oleh reseptor penciuman di antena semut. Ketika seekor semut menemukan makanan, ia akan mengeluarkan feromon dari kelenjar tertentu lalu meninggalkan jejak sepanjang jalan menuju sarang. Jejak ini berfungsi sebagai "peta bau" yang bisa diikuti oleh semut lain. Semakin banyak semut melewati jalur itu dan menganggapnya efektif, semakin kuat jejak feromon yang tertinggal karena mereka menambahkan lapisan feromon baru. Proses ini membuat jalur tersebut semakin aktif dan ramai dilalui.
Namun, feromon bukan satu-satunya alat komunikasi mereka. Semut juga menggunakan bahasa tubuh, terutama lewat komunikasi fisik, yang paling umum adalah antennation, yaitu ketika dua semut saling menyentuh antena untuk saling mengenali, menyampaikan informasi tentang makanan, atau bahkan mengidentifikasi status sosial dalam koloni. Dalam situasi tertentu, seperti di tempat gelap atau sempit, komunikasi fisik ini sangat penting karena mereka tak bisa mengandalkan penglihatan.
Beberapa spesies semut juga dapat menghasilkan getaran dari tubuh mereka dengan menggesekkan bagian tertentu, seperti perut atau dada, ke permukaan tanah atau sarang. Proses ini disebut stridulasi, dan getarannya dirasakan oleh semut lain melalui kaki. Sinyal ini bisa menjadi peringatan, tanda bahwa seekor semut terjebak dan butuh bantuan, atau sebagai penguat sinyal lain di dalam sarang.
Melalui semua bentuk komunikasi ini, baik lewat feromon kimia, sentuhan, maupun getaran fisik, semut membentuk jaringan informasi yang sangat efisien. Mereka bekerja seperti satu kesatuan, meskipun terdiri atas ribuan hingga jutaan individu. Koloni semut memang tidak memiliki pemimpin tunggal, tetapi aliran komunikasi antaranggota memungkinkan mereka mengambil keputusan bersama, layaknya organisme raksasa yang hidup dari kerja sama.
Bab 2 - Asal Usul Feromon dan Proses Terjadinya
Beberapa kelenjar utama penghasil feromon meliputi kelenjar Dufour, mandibular, pigidial, dan kelenjar poison, serta beberapa kelenjar kecil lain yang hanya dimiliki spesies tertentu. Misalnya, jejak bau penanda arah biasanya dihasilkan oleh kelenjar Dufour di bagian belakang tubuh dekat abdomen. Sementara itu, sinyal bahaya sering bersumber dari kelenjar mandibular yang terletak di dekat kepala dan rahang. Setiap jenis sinyal memiliki "pabrik kimia" tersendiri dalam tubuh semut.
Produksi feromon dimulai dari aktivitas sel-sel kelenjar eksorin, yakni jaringan penghasil zat kimia yang akan disekresikan ke luar tubuh. Sel-sel ini membentuk molekul feromon dari senyawa organik dalam tubuh semut, biasanya berbasis lipid atau hidrokarbon. Setelah terbentuk, zat tersebut disimpan sementara di dalam kelenjar, lalu dilepaskan saat dibutuhkan. Misalnya, ketika seekor semut menemukan sumber makanan, sistem sarafnya memicu kelenjar Dufour untuk melepaskan feromon penanda arah melalui ujung perutnya selama perjalanan pulang. Jalur yang dilewati pun ditinggali bau khas yang kemudian diikuti semut lain.
Lantas, bagaimana cara penyebarannya? Apakah zat ini beterbangan di udara atau justru menempel di permukaan? Itu tergantung pada jenis feromon dan media tempatnya menempel. Feromon penunjuk arah umumnya melekat di tanah atau benda yang dilalui, mengikuti jejak kaki secara presisi. Sebaliknya, sinyal alarm menyebar melalui udara agar bisa segera terdeteksi dalam situasi darurat. Sementara itu, feromon sosial hanya bisa dikenali lewat kontak langsung, seperti saat semut menjilat atau menyentuh tubuh satu sama lain.
Menariknya, sinyal kimia semut tidak bertahan selamanya. Molekulnya bisa menguap, terurai oleh panas, cahaya matahari, bahkan tersapu angin atau air. Karena itu, jejak yang ditinggalkan bisa memudar dalam hitungan menit hingga jam, tergantung kondisi lingkungan. Maka dari itu, semut akan terus memperkuat jalur yang aktif dengan menambahkan lapisan bau baru setiap kali lewat. Bila tidak diperbarui, jalur tersebut akan menghilang dan mereka pun mulai menjelajah arah baru.
Lewat sistem komunikasi yang halus dan terorganisir ini, koloni semut mampu mengambil keputusan secara kolektif tanpa perlu satu pemimpin pun. Zat kimia ini bukan sekadar bau, melainkan bahasa hidup yang senantiasa berubah dan menyesuaikan situasi. Evolusi telah membentuk semut menjadi makhluk luar biasa efisien dalam menyampaikan pesan lewat dunia yang nyaris tak terlihat, ini suatu keunikan yang jarang dimiliki serangga lain.