Bioluminesensi - Mengapa Ada Makhluk yang Bisa Bercahaya di Kegelapan?

sumber: Lisa Werner/Alamy Stock Photo

    Bayangkan kamu sedang menyelam di laut yang sangat dalam. Di sekelilingmu gelap gulita tidak ada cahaya dari matahari, hanya keheningan dan kedalaman yang tak berujung. Tapi tiba tiba perlahan muncul seberkas cahaya biru berpendar dari kejauhan. Cahaya itu bergerak lembut dan menari dalam air dan kamu menyadari bahwa itu berasal dari makhluk hidup, seekor ubur ubur yang bercahaya. Inilah keajaiban yang disebut bioluminesensi.

    Bioluminesensi adalah kemampuan luar biasa yang dimiliki oleh beberapa makhluk hidup untuk memancarkan cahaya dari tubuhnya sendiri. Mereka tidak butuh baterai, lampu, atau sihir. Cukup dengan reaksi kimia alami dalam tubuh, cahaya pun lahir. Hebatnya lagi, kemampuan ini digunakan untuk banyak tujuan, dari menarik pasangan, menyamarkan diri, hingga mengejutkan musuh.

    Keajaiban ini tidak hanya terjadi di lautan dalam, tapi juga di daratan. Kunang kunang yang menari di malam hari, jamur bercahaya di hutan lembap, hingga plankton yang menyala saat laut terguncang oleh ombak. Setiap makhluk hidup punya caranya sendiri untuk bercahaya, dan semuanya sama sama menakjubkan.

    Kalau kamu penasaran bagaimana cahaya ini bisa muncul, siapa saja makhluk yang memilikinya, hingga bagaimana manusia belajar dari mereka, maka kamu sudah berada di tempat yang tepat.

    Selami cahaya alami yang memukai ini dengan membuka bagian bagian di bawah, klik judul bab nya dan temukan rahasia alam yang tersembunyi dalam gelap.

Bab 1 - Siapa Saja Hewan yang Bisa Bercahaya Recommended

    Di dunia ini, ada makhluk makhluk yang hidup dalam kegelapan, namun mereka membawa cahaya sendiri seolah tubuh mereka menyimpan bintang kecil. Mereka menyala bukan untuk gaya gayaan, tapi karena alasan yang luar biasa yaitu untuk bertahan hidup. Mulai dari lautan terdalam hingga hutan yang lembap, berikut adalah beberapa contoh hewan memiliki kemampuan bioluminesensi, lengkap dengan fungsi cahayanya yang menakjubkan.

1. Ubur Ubur Comb (Ctenophora)

sumber: Rls photo/Adobe Stock

    Jika ada bintang tamu utama dalam dunia bioluminesensi, maka ubur ubur adalah salah satunya. Tapi bukan sembarang ubur ubur, jenis comb jelly ini memiliki semacam bulu bulu kecil di tubuhnya yang memantulkan cahaya seperti pelangi. Walau bukan dari cahaya dari reaksi kimia (lebih ke difraksi cahaya), banyak spesiesnya juga mampu menghasilkan cahaya murni dari dalam tubuhnya

Fungsi Cahaya: Untuk mengejutkan pemangsa, menarik mangsa kecil, atau sekadar menyamarkan diri dalam kegelapan laut.

2. Kunang Kunang (Lampyridae)

sumber: ruiruito/iStock

    Makhluk ini mungkin yang paling akrab bagi kita. Di malam hari, kunang kunang berterbangan sambil menyalakan dan mematikan cahayanya seperti lampu berkedip. Tapi tahukah kamu bahwa setiap spesies kunang kunang memiliki pola kedipan unik seperti kode Morse.

Fungsi Cahaya: Sebagai alat komunikasi untuk mencari pasangan. Jantan dan betina saling merespons cahaya satu sama lain untuk kawin.

3. Ikan Hantu Hitam (Scaleless Black Dragonfish)

sumber: Solvin Zankl/Nature Picture Library

    Di kedalaman laut yang tak tersentuh cahaya matahari, ikan ini menjadi pemburu bayangan. Ia memiliki organ penghasil cahaya di bawah matanya dan sepanjang tubuhnya. Bahkan beberapa spesies bisa menghasilkan cahaya merah, warna yang jarang terlihat di laut dalam, yang tidak bisa dideteksi oleh banyak makhluk lain.

Fungsi Cahaya: Untuk berburu mangsa tanpa ketauan. Ia bisa "menerangi" mangsanya sendiri tanpa memberi tahu predator lain.

4. Jamur Bercahaya (Mycena chlorophos)


sumber: Nature Production/Nature Library Picture

    Ternyata tidak hanya hewan, tapi juga jamur bisa menyala. Jamur  ini ditemukan di hutan tropis Asia dan sering kali bercahaya hijau lembut di malam hari. menciptakan suasana hutan yang misterius.

Fungsi cahaya: Masih diperdapatkan, tapi kemungkinan besar untuk menarik serangga agar membantu penyebaran spora

5. Cumi Cumi Cahaya (Watasenia Scintillans)

sumber: Nature Production/Nature Picture Library

       Dikenal juga sebagai firefly squid, cumi cumi kecil ini hidup di perairan Jepang dan memiliki ribuan organ kecil penghasil cahaya di sekujur tubuhnya. Saat musim kawin, jutaan cumi ini berkumpul menciptakan lautan biru terang yang bisa dilihat dari pantai.

Fungsi Cahaya: Untuk berkomunikasi, mencari pasangan, dan juga menyamarkan diri dari predator di bawahnya melalui efek kamuflase cahaya.

Makhluk yang Bisa Bercahaya Lainnya 

6. Ikan Lampu  (Anglerfish)

sumber: safariman/wallpaper safari

    Ikan ini tinggal di laut dalam yang sangat gelap. Di atas kepalanya, ia memiliki tonjolan seperti pancing dengan ujung bercahaya. Cahaya ini dihasilkan oleh bakteri simbiotik.

Fungsi Cahaya: Sebagai umpan untuk menarik mangsa agar mendekat ke mulutnya yang besar dan bergigi tajam.

7. Ostracod  (Kerang Laut Mikro)

sumber: Roland Birke/gettyimages

    Meskipun ukurannya sangat kecil, ostracod bisa menghasilkan kilatan cahaya biru terang saat merasa terancam. Mereka tersebar luas di laut dan kadang juga hidup di air tawar.

Fungsi Cahaya: Mengalihkan perhatian predator dengan menjatuhkan cahaya palsu lalu kabur.

8. Cacing Laut Syalon  (Swima Bombiviridis)

sumber: Clara Moskowitz/NBC News

    Cacing ini berenang bebas di laut dalam dan memiliki semacam bola kecil berbahaya yang bisa dilepaskan dari tubuhnya, seperti "bom cahaya".

Fungsi Cahaya: Mengalihkan perhatian predator dengan menjatuhkan cahaya palsu lalu kabur.

9. Plankton Dinoflagellata

sumber: shutterstock
sumber: Geng Li/Istock

    Mereka adalah mikroorganisme laut yang bisa membuat air bersinar jika terguncang, misalnya saat ombak datang atau perahu melintas. Efek ini ssering terlihat sebagai "laut bercahaya" di malam hari.

 Fungsi Cahaya: Untuk melindungi diri, cahaya bisa memanggil predator yang lebih besar untuk mengusir penyerang.

10. Kelabang Cahaya (Motyxia)

sumber: Wikipedia

    Berbeda dari kebanyakan hewan bercahaya yang tinggal di laut, kelabang ini hidup di pegunungan California. Tubuhnya memancarkan cahaya hijau pucat bahkan saat diam.

 Fungsi Cahaya: Sebagai peringatan bahwa tubuhnya mengandung racun, atau semacam "jangan sentuh aku".

Bab 2 - Bagaimana Hewan Bisa Menghasilkan Cahaya? Recommended

    Cahaya yang keluar dari tubuh makhluk hidup, yang kita sebut bioluminesensi, bukanlah cahaya biasa. Ia adalah pantulan cahaya matahari atau lampu, melainkan cahaya yang benar benar berasal dari reaksi kimia dalam tubuh makhluk itu sendiri. Proses ini terjadi secara alami, dan berbeda dengan cara lampu menyala karena listrik. Tapi... bagaimana cara mereka bisa melakukannya?

    Cahaya itu bukan hasil sihir, melainkan hasil kerja sama antara dua zat utama, yaitu luciferin dan luciferase. Diibaratkan seperti bahan bakar dan pemantik api, luciferin adalah molekul yang bisa memancarkan cahaya saat teroksidasi, sedangkan luciferase adalah enzim yang membantu mempercepat reaksi itu. Tanpa luciferase, reaksii pada luciferin akan sangat lambat atau bahkan tidak terjadi sama sekali. Tapi saat keduanya bertemu dalam kondisi yang tepat, biasanya dengan bantuan oksigen, terjadilah reaksi kimia yang menghasilkan cahaya.

    Reaksi ini sebenarnya cukup sederhana secara prinsip, luciferin bertemu dengan oksigen, dibantu oleh luciferase, lalu terjadi pelepasan energi dalam bentuk cahaya. Tidak ada panas berlebih yang dihasilkan seperti api atau lampu, itulah mengapa disebut "cold light" atau cahaya dingin. Ini sangat efisien, dan cocok untuk kehidupan di  lingkungan gelap seperti dasar laut, gua, atau malam hari di daratan.

sumber: shutterstock

Apakah semua hewan Bioluminesensi memakai Luciferin dan Luciferase? dan bagaimana cara mereka mengontrolnya? ▼

sumber: MBARI Monterey Bay Aquarium Research Institute

    Meskipun sebagian besar makhluk bioluminesen memang menggunakan luciferin dan luciferase, ternyata dunia cahaya di alam ini jauh lebih beragam dari yang kita bayangkan. Tidak semua hewan menghasilkan cahaya dengan cara yang sama persis, dan bahkan jenis luciferin bisa berbeda beda antar spesies. Bisa dibilang, "luciferin" itu semacam istilah umum untuk molekul penghasil cahaya, tapi bentuk dan strukturnya bisa sangat bervariasi tergantung pada hewannya.

    Sebagai contoh, luciferin milik kunang kunang berbeda dari yang ditemukan pada ubur ubur, dan lagi lagi berbeda dari luciferin ikan laut dalam. Bahkan ada hewan yang tidak memproduksi luciferin sendiri, tapi mendapatkannya dari simbiosis dengan bakteri bercahaya. Contohnya, ikan laut seperti ikan lentera (lanternfish) bisa memiliki kantong khusus yang dihuni oleh bakteri bercahaya, dan sinar itu sebenarnya berasal dari mikroorganisme, bukan tubuh ikan itu sendiri.

    Lalu, bagaimana hewan hewan ini mengatur kapan dan di mana cahaya muncul?

    Jawabannya bergantung pada jenis hewan dan sistem tubuhnya. Ada yang mengontrol cahaya melalui sinyal saraf, seperti kunang kunang. Ketika saraf mereka terpicu, reaksi kimia langsung terjadi di organ cahaya mereka, dan muncullah kilau terang yang sering kita lihat pada malam hari. Pada hewan lain, seperti beberapa spesies laut, hormon bisa menjadi pemicu. Hormon tertentu bisa mengaktifkan reaksi bioluminesensi saat hewan merasa terancam atau ingin menarik pasangan.

    Ada juga hewan yang bisa menyemburkan zat bercahaya keluar tubuh, seperti cacing laut syalon. Saat merasa terancam, cacing ini melepaskan "bom cahaya" kecil yang menyala terang dan membingungkan predator, sambil ia melarikan diri ke tempat aman.

    Beberapa hewan bahkan memiliki struktur tubuh khusus seperti lensa, reflektor, atau filter warna untuk mengarahkan, memperkuat, atau mengubah warna cahaya mereka. Ini membuktikan bahwa sistem bioluminesensi bukan cuma tentang bagaimana tubuh mereka "memanajemen" cahaya itu dengan cara yang canggih.

Bab 3 - Evolusi Bioluminesensi 

    Kemampuan menghasilkan cahaya bukanlah sesuatu yang tiba tiba muncul begitu saja di dunia hewan. Faktanya, bioluminesensi sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu, jauh sebelum dinosarusu berjalan di bumi, bahkan sebelum tumbuhan berbunga berkembang. Bukti dari makhluk purba dan kesamaan sistem di berbagai spesies menunjukkan bahwa cahaya biologis telah menjadi bagian dari perjalanan panjang evolusi.

    Para ilmuwan memperkirakan bahwa bioluminesensi pertama kali berevolusi di lautan purba, sekitar 500 juta tahun lalu. Saat itu, atmosfer belum seperti sekarang, dan lautan sangat gelap di kedalaman. Dalam dunia bawah laut yang gelap gulita, cahaya menjadi keuntungan besar. Makhluk makhluk pertama yang bisa menghasilkan cahaya, baik melalui reaksi kimia dalam tubuh sendiri atau kerja sama dengan bakteri bercahaya sama sama mendapatkan peluang lebih baik untuk bertahan hidup.

sumber: Prehistoric Planet Fandom/wiki

    Kemampuan ini tidak hanya muncul satu kali, melainkan berulang kali di banyak kelompok makhluk hidup yang berbeda beda. Inilah yang disebut sebagai evolusi konvergen, ketika organisme yang tidak berkerabat dekat secara independen mengembangkan kemampuan serupa karena tekanan lingkungan yang mirip. Artinya, ubur ubur bercahaya dan kunang kunang bercahaya tidak mewarisi sistem cahaya dari nenek moyang yang sama, mereka menciptakannya sendiri dengan caranya masing masing.

    Mengapa lebih banyak hewan laut yang bercahaya dibandingkan hewan darat? Jawabannya adalah terletak pada kondisi evolusioner. Laut dalam adalah tempat yang sangat gelalp, dan dalam kondisi itu, cahaya menjadi alat komunikasi, kamuflase, pertahanan, bahkan senjata. Hewan yang mampu mengendalikan cahaya memiliki keunggulan besar. Di darat, di mana cahaya matahari tersedia hampir sepanjang hari, tekanan evolusi untuk bercahaya jauh lebih lemah. Itulah sebabnya kemampuan ini tetap langka di lingkungan non laut.

    Tak hanya itu, tipe luciferin dan luciferase yang digunakan juga bervariasi antar kelompok. Ini membuktikan bahwa kemampuan bercahaya tidak berasal dari satu sistem kimia universal, tapi dari berbagai jalur evolusi biokimia yang menciptakan efek yang serupa. Bisa dibilang, setiap makhluk bercahaya telah menemukan resep cahayanya sendiri.

    Melihat bioluminesensi dari sudut evolusi seperti menonton pertunjukan ulang kreativitas alam. Di berbagai penjuru dunia, dalam gelapnya laut dan hutan, makhluk makhluk hidup telah mengembangkan caranya sendiri untuk menyala, membawa kita menatap keajaiban yang lahir dari tekanan zaman dan dorongan untuk bertahan hidup.

Bab 4 - Bagaimana Manusia Memanfaatkan Bioluminesensi

sumber: Emre Dikici/ShutterStock

     Di balik keindahan cahaya alami yang dihasilkan oleh makhluk makhluk seperti ubur ubur, kunang kunang, atau ikan laut dalam, ternyata ada potensi besar yang telah dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan ilmiah dan teknologi. Bioluminesensi bukan hanya sebuah keajaiban alam, tetapi juga menjadi alat bantu yang luar biasa dalam riset modern.

    Salah satu pemanfaatan paling terkenal dari bioluminesensi adalah dalam bidang  biologi molekuler. Ilmuwan telah mengestrak dan memanfaatkan gen dari makhluk bercahaya seperti gen luciferase dari kunang kunang atau protein GFP (Green Fluorescent Protein) dari ubur ubur, untuk menandai sel, protein, atau bahkan virus dalam tubuh makhluk hidup. Dengan begitu, ilmuwan bisa melacak bagaimana suatu sel bekerja, berpindah tempat, atau bereaksi terhadap obat tertentu. Ini sangat membantu dalam riset kanker, penyakit menular, dan studi genetika.

    Di bidang kedokteran dan diagnostik, bioluminesensi juga digunakan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal atau mengamati infeksi dalam tubuh tanpa perlu prosedur invasif. Karena cahaya dari reaksi kimia ini sangat spesifik dan mudah terdeteksi, alat alat medis bisa membaca sinyal cahaya dari dalam tubuh untuk memberikan informasi akurat tanpa harus membuka tubuh pasien.

sumber: understandinganimalresearch

    Tak hanya dalam dunia medis, cahaya bioluminesen juga dimanfaatkan dalam penelitian lingkungan. Contohnya, beberapa mikroorganisme bercahaya telah dimodifikasi untuk bereaksi terhadap zat zat berbahaya seperti logam berat. Jika air atau tanah mengandung racun, mikroorganisme ini akan bersinar, memberikan sinyal bahwa lingkungan tersebut telah tercemar.

    Di luar ranah ilmiah, seniman dan desainer bahkan mulai tertarik pada keindahan alami dari bioluminesensi. Ada proyek yang mencoba menciptakan penerangan ramah lingkungan menggunakan tanaman atau organisme yang dapat bersinar dalam gelap, sebagai alternatif dari lampu listrik.

sumber: AR Filtrazioni

    Dengan semua itu, terlihat bahwa manusia tidak hanya kagum pada cahaya dari makhluk hidup, tapi juga mampu memahami dan menerapkannya untuk kemajuan sains, kesehatan, dan bahkan seni. Ini adalah bukti bahwa alam memang guru terbaik, dan bukti bahwa cahaya kecil dari dasar laut bisa menerangi banyak hal dalam hidup manusia.

    Dari kedalaman laut yang gelap hingga hutan malam yang tenang, cahaya bioluminesensi telah membawa kita menelusuri keajaiban alam yang tak banyak di ketahui. Kita telah melihat bagaimana makhluk makhluk seperti ubur ubur, ikan hantu, hingga jamur dan kunang kunang memancarkan cahaya bukan untuk sekadar keindahan, tapi demi bertahan hidup, berkomunikasi, dan bahkan mencari pasangan.

    Tak hanya di dunia hewan, cahaya ini juga menginspirasi manusia untuk menciptakan teknologi baru yang ramah lingkungan. Dari tikus laboratorium yang menyala untuk penelitian kanker, hingga ide jalanan kota yang bersinar oleh tanaman bioluminesen, semua itu menunjukkan betapa besar potensi dari cahaya kecil ini dalam membentuk masa depan.

    Bioluminesensi bukan sekadar fenomena, tapi juga simbol dari rasa ingin tahu manusia, ini menunjukkan bahwa bahkan dalam kegelapan pun, selalu ada cahaya yang bisa ditemukan... Jika kita cukup penasaran untuk mencarinya.